MAKALAH
KERAJAAN-KERAJAAN DI INDONESIA
Disusun
oleh :
Kelas :
X.MIPA.2
Guru
Sejarah Wajib :
N.Khotmah Noornilawati
SMA NEGERI 1 DAYEUHLUHUR
TAHUN PALAJARAN 2017/2018
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Majapahit adalah sebuah kerajaan
kuno di Indonesia yang berpusat di Jawa Timur dan pernah berdiri dari
sekitar tahun 1293 hingga 1500 M oleh Raden Wijaya, tepatnya di daerah Trowulan
yang sekarang menjadi Mojokerto. Berdirinya Kerajaan Majapahit merupakan
kelanjutan dari Kerajaan Singosari yang runtuh akibat serangan dari bangsa
Mongol. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaan pada masa kekuasaan Hayam
Wuruk yang berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389 M. Majapahit menguasai
kerajaan-kerajaan lain di semenanjung Malaya, Borneo, Sumatra, Bali, dan
Filipina. Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang
menguasai Semenanjung Malaya dan dianggap sebagai salah satu karajaan terbesar
di Indonesia dan mampu menciptakan perubahan besar dalam waktu relatif
singkat. Kekuasaan terbentang di Sumatra, Semenanjung Malaya, Borneo hingga
Indonesia Timur meskipun wilayah kekuasaan masih diperdebatkan.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
sejarah berdirinya kerajaan majapahit?
2.
Dimana
letak dan wilayah kerajaan Majapahit?
3.
Bagaimana
aspek kehidupan kerajaan Majapahit?
4.
Bagaimana
kerajaan Majapahit pada saat masa kejayaan?
5.
Apa
saja sumber-sumber sejarah kerajaan Majapahit?
6.
Apa
yang menyebabkan runtuhnya kerajaan Majapahit?
7.
Apa
saja peninggalan-peninggalan kerajaan Majapahit?
C.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui sejarah berdirinya kerajaan Majapahit
2.
Untuk
mengetahui letak dan wilayah kerajaan Majapahit
3.
Untuk
mengetahui aspek kehidupan kerajaan majapahit
4.
Untuk
mengetahui keadaan kerajaan ajapahit pada masa kejayaan
5.
Untuk
mengetahu sumber-sumber sejarah kerajaan Majapahit
6.
Untuk
mengetahui runtuhnya kerajaan Majapahit
7.
Untuk
mengetahui peninggalan-peniggalan kerajaan Majapahit
D.
Fungsi
1.
Sebagai
media untuk menambah ilmu dan pengetahuan bagi para pembaca tentang Kerajaan
Majapahit
2.
Sebegai
bagian dari tugas Sejarah Wajib
3.
Sebagai
bahan referensi untuk peneliti selanjutnya agar dapat melengkapi kekurangan yang
terdapat dalam makalah ini
BAB II
PEMBAHASAN
A. SEJARAH BERDIRINYA KERAJAAN MAJAPAHIT
Sebelum
berdirinya Majapahit, Singhasari telah menjadi kerajaan paling kuat di Jawa.
Hal ini menjadi perhatian Kubilai Khan, penguasa Dinasti Yuan di Tiongkok. Ia
mengirim utusan yang bernama Meng Chi ke Singhasari yang menuntut upeti.
Kertanagara, penguasa kerajaan Singhasari yang terakhir menolak untuk membayar
upeti dan mempermalukan utusan tersebut dengan merusak wajahnya dan memotong
telinganya. Kubilai Khan marah dan lalu memberangkatkan ekspedisi besar ke Jawa
tahun 1293.
Ketika itu,
Jayakatwang, adipati Kediri, sudah menggulingkan dan membunuh Kertanegara. Atas
saran Aria Wiraraja, Jayakatwang memberikan pengampunan kepada Raden Wijaya,
menantu Kertanegara, yang datang menyerahkan diri. Kemudian, Wiraraja mengirim
utusan ke Daha, yang membawa surat berisi pernyataan, Raden Wijaya menyerah dan
ingin mengabdi kepada Jayakatwang. Jawaban dari surat di atas disambut dengan
senang hati. Raden Wijaya kemudian diberi hutan Tarik. Ia membuka hutan itu dan
membangun desa baru. Desa itu dinamai Majapahit, yang namanya diambil dari buah
maja, dan rasa "pahit" dari buah tersebut. Ketika pasukan Mongol
tiba, Wijaya bersekutu dengan pasukan Mongol untuk bertempur melawan
Jayakatwang. Setelah berhasil menjatuhkan Jayakatwang, Raden Wijaya berbalik
menyerang sekutu Mongolnya sehingga memaksa mereka menarik pulang kembali
pasukannya secara kalangkabut karena mereka berada di negeri asing. Saat itu
juga merupakan kesempatan terakhir mereka untuk menangkap angin muson agar
dapat pulang, atau mereka terpaksa harus menunggu enam bulan lagi di pulau yang
asing.
Tanggal pasti
yang digunakan sebagai tanggal kelahiran kerajaan Majapahit adalah hari
penobatan Raden Wijaya sebagai raja, yaitu tanggal 15 bulan Kartika tahun 1215
saka yang bertepatan dengan tanggal 10 November 1293. Ia dinobatkan dengan nama
resmi Kertarajasa Jayawardhana. Kerajaan ini menghadapi masalah. Beberapa orang
terpercaya Kertarajasa, termasuk 4 Ranggalawe, Sora, dan Nambi memberontak
melawannya, meskipun pemberontakan tersebut tidak berhasil. Pemberontakan
Ranggalawe ini didukung oleh Panji Mahajaya, Ra Arya Sidi, Ra Jaran Waha, Ra
Lintang, Ra Tosan, Ra Gelatik, dan Ra Tati. Semua ini tersebut disebutkan dalam
Pararaton. Slamet Muljana menduga bahwa mahapatih Halayudha lah yang melakukan
konspirasi untuk menjatuhkan semua orang tepercaya raja, agar ia dapat mencapai
posisi tertinggi dalam pemerintahan. Namun setelah kematian pemberontak
terakhir (Kuti), Halayudha ditangkap dan dipenjara, dan lalu dihukum mati.
Wijaya meninggal dunia pada tahun 1309.
Putra dan
penerus Wijaya adalah Jayanegara. Pararaton menyebutnya Kala Gemet, yang
berarti "penjahat lemah". Kira-kira pada suatu waktu dalam kurun
pemerintahan Jayanegara, seorang pendeta Italia, Odorico da Pordenone
mengunjungi keraton Majapahit di Jawa. Pada tahun 1328, Jayanegara dibunuh oleh
tabibnya, Tanca. Ibu tirinya yaitu Gayatri Rajapatni seharusnya
menggantikannya, akan tetapi Rajapatni
memilih mengundurkan diri dari istana dan menjadi bhiksuni. Rajapatni menunjuk
anak perempuannya Tribhuwana Wijayatunggadewi untuk menjadi ratu Majapahit.
Pada tahun 1336, Tribhuwana menunjuk Gajah Mada sebagai Mahapatih, pada saat
pelantikannya Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa yang menunjukkan rencananya
untuk melebarkan kekuasaan Majapahit dan membangun sebuah kemaharajaan. Selama
kekuasaan Tribhuwana, kerajaan Majapahit berkembang menjadi lebih besar dan
terkenal di kepulauan Nusantara. Tribhuwana berkuasa di Majapahit sampai
kematian ibunya pada tahun 1350. Ia diteruskan oleh putranya, Hayam Wuruk.
B. LETAK DAN WILAYAH KERAJAAN MAJAPAHIT
Majapahit adalah
sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa Timur, Indonesia, yang pernah berdiri
dari sekitar tahun 1293 hingga 1500 M. Kerajaan Majapahit Didirikan tahun 1294
oleh Raden Wijaya yang bergelar Kertarajasa Jayawardana yang merupakan
keturunan Ken Arok raja Singosari.
Peta wilayah
kekuasaan Majapahit berdasarkan Nagarakertagama; keakuratan wilayah kekuasaan
Majapahit menurut penggambaran orang Jawa masih diperdebatkan
Kerajaan
Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Nusantara dan
dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar dalam 5 sejarah Indonesia.
Kekuasaannya terbentang di Jawa, Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan,
hingga Indonesia timur, meskipun wilayah kekuasaannya masih diperdebatkan.
C. ASPEK KEHIDUPAN KERAJAAN MAJAPAHIT
1.
Kehidupan Politik
Kehidupan
politik Kerajaan Majapahit berhubungan pemerintahan dan kepemimpinan rajanya.
Raja-raja itu antara lain:
·
Raden Wijaya
Berdirinya
Kerajaan Majapahit sangat berhubungan dengan runtuhnya Kerajaan Singasari.
Kerajaan Singasari runtuh setelah salah satu raja vasalnya yaitu Jayakatwang
mengadakan pemberontakan. Kerajaan Majapahit didirikan oleh Raden Wijaya yang
merupakan menantu dari Raja Singasari terakhir yaitu Kertanegara. Raden Wijaya
beserta istri dan pengikutnya dapat meloloskan diri ketika Singasari diserang
Jayakatwang. Raden Wijaya meloloskan diri dan pergi ke Madura untuk menemui dan
meminta perlindungan Bupati Sumenep dari Madura yaitu Aryawiraraja. Berkat
Aryawiraraja juga, Raden Wijaya mendapat pengampunan dari Jayakatwang, bahkan
Raden Wijaya sendiri diberi tanah di hutan Tarik dekat Mojokerto yang kemudian
daerah itu dijadikan sebagai tempat berdirinya kerajaan Majapahit.
Raden Wijaya
kemudian menyusun kekuatan di Majapahit dan mencari saat yang tepat untuk
menyerang balik Jayakatwang. Untuk itu, dia mencoba mencari dukungan kekuatan
dari raja-raja yang masih setia pada Singasari atau raja yang kurang senang
pada Jayakatwang. Kesempatan untuk menghancurkan Jayakatwang akhirnya muncul
setelah tentara Mongol mendarat di Jawa untuk menyerang Kertanegara. Keadaan
seperti ini dimanfaatkan oleh Raden Wijaya dengan cara memperalat mereka untuk
menyerang Jayakatwang. Raden Wijaya bersama-sama dengan pasukan Kubhilai Khan
berhasil mengalahkan pasukan Jayakatwang. Begitu pula Jayakatwang berhasil
ditangkap dan lalu dibunuh oleh pasukan Kubhilai Khan.
Setelah
Jayakatwang terbunuh, lalu Raden Wijaya melakukan serangan balik terhadap
pasukan Kubhilai Khan. Raden Wijaya berhasil memukul mundur pasukan Kubhilai
Khan, sehingga mereka terpaksa menyelamatkan diri keluar Jawa. Setelah berhasil
mengusir pasukan Kubhilai Khan, Raden Wijaya dinobatkan menjadi raja Majapahit
pada tahun 1293 M dengan gelar Sri Kertarajasa Jayawardhana.
Sebagai seorang
raja yang besar, Raden Wijaya memperistri empat putri Kertanegara sebagai
permaisurinya. Dari Tribuana, ia mempunyai seorang putra yang bernama
Jayanegara. Sedangkan dari Gayatri, ia mempunyai dua orang putri, yaitu
Tribuanatunggadewi dan Rajadewi Maharajasa.
Para pengikut
Raden Wijaya yang setia dan berjasa dalam mendirikan kerajaan Majapahit, diberi
kedudukan yang tinggi dalam pemerintahan. Tetapi ada saja yang tidak puas
dengan kedudukan yang diperolehnya. Hal ini menimbulkan pemberontakan di
sana-sini. Pada tahun 1309 M, Raden Wijaya meninggal dunia dan didarmakan di
Antahpura, dekat Blitar. Setelah Raden Wijaya meninggal dunia, Kerajaan
Majapahit dipimpin oleh Jayanegara dengan gelar Sri Jayanegara.
·
Jayanegera
Pada masa
pemerintahannya, Jayanegara dirongrong oleh serentetan pemberontakan.
Pemberontakan-pemberontakan ini datang dari Ranggalawe (1309), Lembu Sora
(1311), Juru Demung dan Gajah Biru (1314), Nambi (1316), dan Kuti (1320).
Pemberontakan Kuti merupakan pemberontakan yang paling berbahaya karena Kuti
berhasil menduduki ibu kota Majapahit, sehingga raja Jayanegara terpaksa
melarikan diri ke daerah Badandea.
Jayanegara
diselamatkan oleh pasukan Bhayangkari di bawah pimpinan Gajah Mada. Berkat
ketangkasan dan siasat jitu dari Gajah Mada, pemberontakan Kuti berhasil
ditumpas. Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya, Gajah Mada diangkat menjadi
Patih di Kahuripan pada tahun 1321 M dan Patih di Daha (Kediri). Pada tahun
1328, Jayanegara tewas dibunuh oleh Tabib Israna Ratanca, ia didharmakan di
dalam pura di Sila Petak dan Bubat. Jayanegara tidak mempunyai putra, maka
takhta kerajaan digantikan oleh adik perempuannya yang bernama
Tribhuanatunggadewi. Ia dinobatkan menjadi raja Majapahit dengan gelar Tribhuanatunggadewi
Jaya Wisnu Wardhani.
·
Tribhuanatunggadewi
Pada masa
pemerintahannya, terjadi pemberontakan Sadeng dan Keta pada tahun 1331.
Pemberontakan ini dapat dipadamkan oleh Gajah Mada. Sebagai penghargaan atas
jasanya, Gajah Mada diangkat menjadi mahapatih di Majapahit oleh
Tribhuanatunggadewi. Di hadapan raja dan para pembesar Majapahit, Gajah Mada
mengucapkan sumpah yang terkenal dengan nama Sumpah Palapa. Isi sumpahnya, ia
tidak akan Amukti Palapa sebelum ia dapat menundukkan Nusantara, yaitu Gurun, Seran,
Panjungpura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, dan Tumasik.
Dalam rangka
mewujudkan cita-citanya, Gajah Mada menaklukkan Bali pada tahun 1334, kemudian
Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, Sumatra, dan beberapa daerah di
Semenanjung Malaka. Seperti yang tercantum dalam kitab Negarakertagama, wilayah
kekuasaan Kerajaan Majapahit sangat luas, yakni meliputi daerah hampir seluas
wilayah Republik Indonesia sekarang. Tribhuanatunggadewi memerintah selama dua
puluh dua tahun. Pada tahun 1350, ia mengundurkan diri dari pemerintahan dan
digantikan oleh putranya yang bernama Hayam Wuruk. Pada tahun 1350 M, putra
mahkota Hayam Wuruk dinobatkan menjadi raja Majapahit dengan gelar Sri
Rajasanagara dan ia didampingi oleh Mahapatih Gajah Mada.
·
Hayam Wuruk
Kerajaan
Majapahit mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Hayam Wuruk.
Wilayah kekuasaan Majapahit meliputi seluruh Nusantara. Pada saat itulah
cita-cita Gajah Mada dengan Sumpah Palapa berhasil diwujudkan. Usaha Gajah Mada
dalam melaksanakan politiknya, berakhir pada tahun 1357 dengan terjadinya
peristiwa di Bubat, yaitu perang antara Pajajaran dengan Majapahit. Pada waktu
itu, Hayam Wuruk bermaksud untuk menikahi putri Dyah Pitaloka.
Sebelum putri
Dyah Pitaloka dan ayahnya beserta para pembesar Kerajaan Pajajaran sampai di
Majapahit, mereka beristirahat di lapangan Bubat. Di sana terjadi perselisihan
antara Gajah Mada yang menghendaki agar putri itu dipersembahkan oleh raja
Pajajaran kepada raja Majapahit. Para pembesar Kerajaan Pajajaran tidak setuju,
akhirnya terjadilah peperangan di Bubat yang menyebabkan semua rombongan
Kerajaan Pajajaran gugur. Pada tahun 1364 M, Gajah Mada meninggal dunia. Hal
itu merupakan kehilangan yang sangat besar bagi Majapahit. Kemudian pada tahun
1389 Raja Hayam Wuruk meninggal dunia. Hal ini menjadi salah satu penyebab
surutnya kebesaran Kerajaan Majapahit di samping terjadinya pertentangan yang
berkembang menjadi perang saudara.
Setelah Hayam
Wuruk meninggal, takhta Kerajaan Majapahit diduduki oleh Wikramawardhana. Ia
adalah menantu Hayam Wuruk yang menikah dengan putrinya yang bernama
Kusumawardhani. Ia memerintah Kerajaan Majapahit selama dua belas tahun. Pada
tahun 1429 M, Wikramawardhana meninggal dunia.
Selanjutnya
raja-raja yang memerintah Majapahit setelah Wikramawardhana adalah:
1) Suhita (1429
M 1447 M), putri Wikramawardhana;
2) Kertawijaya
(1448 M 1451 M), adik Suhita;
3) Sri
Rajasawardhana (1451 M 1453 M);
4)
Girindrawardhana (1456 M 1466 M), anak dari Kertawijaya;
5) Sri
Singhawikramawardhana (1466 M 1474 M);
6)
Girindrawardhana Dyah Ranawijaya.
2.
Kehidupan Ekonomi Kerajaan Majapahit
Majapahit
merupakan negara agraris dan juga sebagai negara maritim. Kedudukan sebagai
negara agraris tampak dari letaknya di pedalaman dan dekat aliran sungai.
Kedudukan sebagai negara maritim tampak dari kesanggupan angkatan laut kerajaan
itu untuk menanamkan pengaruh Majapahit di seluruh nusantara. Dengan demikian,
kehidupan ekonomi masyarakat Majapahit menitikberatkan pada bidang pertanian
dan pelayaran.
Udara di
Jawa panas sepanjang tahun. Panen padi terjadi dua kali dalam setahun, butir
berasnya amat halus. Terdapat pula wijen putih, kacang hijau, rempah-rempah,
dan lain-lain kecuali gandum. Buah-buahan banyak jenisnya, antara lain pisang,
kelapa, delima, pepaya, durian, manggis, langsa, dan semangka. Sayur mayur
berlimpah macamnya. Jenis binatang juga banyak. Untuk membantu pengairan
pertanian yang teratur, pemerintah Majapahit membangun dua buah bendungan,
yaitu Bendungan Jiwu untuk persawahan dan Bendungan Trailokyapur untuk mengairi
daerah hilir.
Majapahit
memiliki mata uang sendiri yang bernama gobog. Gobog merupakan uang logam yang
terbuat dari campuran perak, timah hitam, timah putih, dan tembaga. Bentuknya
koin dengan lubang di tengahnya. Dalam transaksi perdagangan, selain
menggunakan mata uang gobog, penduduk Majapahit juga 14 menggunakan uang kepeng
dari berbagai dinasti. Menurut catatan Wang Tayuan seorang pedagang dari
Tiongkok, komoditas ekspor Jawa pada saat itu ialah lada, garam, kain, dan
burung kakak tua. Sedangkan komoditas impornya adalah mutiara, emas, perak,
sutra, barang keramik, dan barang dari besi.
3.
Kehidupan Sosial Kerajaan Majapahit
Pola tata
masyarakat majapahit dibedakan atas lapisan lapisan masyarakat yang
perbedaannya lebih bersifat statis. Walaupun di Majapahit terdapat empat kasta
seperti di India, yang lebih dikenal dengan catur warna, tetapi hanya bersifat
teoritis dalam literatur istana.
·
Pola ini dibedakan menjadi empat golongan
masyarakat, yaitu brahmana, ksatria, waisya dan sudra.
·
Brahmana (kaum pendeta) mempunyai kewajiban
menjalankan enam dharma, yaitu mengajar, belajar, melakukan persajian untuk
diri sendiri dan oranglain.
·
Dari aspek kedudukan kaum wanita dalam kerajaan
majapahit, mereka mempunyai status yang lebih rendah dari para lelaki.
4.
Kehidupan Budaya Kerajaan Majapahit
Bukti-bukti
perkembangan kebudayaan di kerajaan Majapahit dapat diketahui melalui
peninggalan-peninggalan seperti candi antara lain, candi panataran (blitar),
candi tegalwangi dan surawana (pare, kediri), dan candi sawentar (blitar).
Bidang sastra antara lain, kitab negarakertagama, kitab arjunawiwaha, dan kitab
kunjarakarna.
D. MASA KEJAYAAN KERAJAAN MAJAPAHIT
Bidadari
Majapahit yang anggun, arca cetakan emasapsara (bidadari surgawi) gaya
khas Majapahit menggambarkan dengan sempurna zaman kerajaan Majapahit sebagai
“zaman keemasan” nusantara. Hayam Wuruk, juga disebut Rajasanagara, memerintah
Majapahit dari tahun 1350 hingga 1389. Pada masanya Majapahit mencapai puncak
kejayaannya dengan bantuan mahapatihnya, Gajah Mada. Di bawah perintah Gajah
Mada (1313-1364), Majapahit menguasai lebih banyak wilayah. Menurut Kakawin
Nagarakretagama pupuh XIII-XV, daerah kekuasaan Majapahit meliputi Sumatra,
Semenajung Malaya, Kalimantan Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua,
Tumasik (Singapura) sebagian kepulauan Filipina. Sumber ini menunjukkan batas
terluas sekaligus puncak kejayaan Kemaharajaan Majapahit.
Namun demikian,
batasan alam dan ekonomi menunjukkan bahwa daerah-daerah kekuasaan tersebut tampaknya
tidaklah berada di bawah kekuasaan terpusat Majapahit, tetapi terhubungkan satu
sama lain oleh perdagangan yang mungkin berupa monopoli oleh raja. Majapahit
juga memiliki hubungan dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian selatan, dan
Vietnam, dan bahkan mengirim duta-dutanya ke Tiongkok. Selain melancarkan
serangan dan ekspedisi militer, Majapahit juga menempuh jalan diplomasi dan
menjalin persekutuan. Kemungkinan karena didorong alasan politik, Hayam Wuruk
berhasrat mempersunting Citraresmi (Pitaloka), putri Kerajaan Sunda sebagai
Permaisurinya. Pihak Sunda menganggap lamaran ini sebagai perjanjian
persekutuan. Pada 1357 rombongan raja Sunda beserta keluarga dan pengawalnya
bertolak ke Majapahit mengantarkan sang putri untuk dinikahkan dengan Hayam
Wuruk. Akan tetapi Gajah Mada melihat hal ini sebagai peluang untuk memaksa
kerajaan Sunda takluk di bawah Majapahit.
Pertarungan
antara keluarga kerajaan Sunda dengan tentara Majapahit di lapangan Bubat tidak
terelakkan. Meski dengan gagah berani memberikan perlawanan, keluarga kerajaan
Sunda kewalahan dan akhirnya dikalahkan. Hampir seluruh rombongan keluarga
kerajaan Sunda dapat dibinasakan secara kejam. Tradisi menyebutkan bahwa sang
putri yang kecewa, dengan hati remuk redam melakukan “bela pati”, bunuh diri
untuk membela kehormatan negaranya. Kisah Pasunda Bubat menjadi tema utama
dalam naskah Kidung Sunda yang disusun pada zaman kemudian di Bali dan juga
naskah Carita Parahiyangan. Kisah ini disinggung dalam Pararaton tetapi sama
sekali tidak disebutkan dalam Nagarakretagama. Kakawin Nagarakretagama yang
disusun pada tahun 1365 menyebutkan budaya Keraton yang adiluhung, anggun, dan
canggih, dengan cita rasa seni dan sastra yang halus dan tinggi, serta sistem
ritual keagamaan yang rumit. Sang pujangga menggambarkan Majapahit sebagai
pusat mandala raksasa yang membentang dari Sumatra ke Papiua, mencakup
Semenanjung Malaya dan Maluku. Tradisi lokal di berbagai daerah di Nusantara
masih mencatat kisah legenda mengenai kekuasaan Majapahit. Administrasi pemerintahan
langsung oleh kerajaan Majapahit hanya mencakup wilayah Jawa Timur dan Bali, di
luar daerah itu hanya semacam pemerintahan otonomi luas, pembayaran upeti
berkala, dan pengakuan kedaulatan Majapahit atas mereka. Akan tetapi segala
pemberontakan atau tantangan bagi ketuanan Majapahit atas daerah itu dapat
mengundang reaksi keras.Pada tahun 1377, beberapa tahun setelah kematian Gajah
Mada, Majapahit melancarkan serangan laut untuk menumpas pemberontakan
di Palembang.
Meskipun
penguasa Majapahit memperluas kekuasaannya pada berbagai pulau dan
kadang-kadang menyerang kerajaan tetangga, perhatian utama Majapahit nampaknya
adalah mendapatkan porsi terbesar dan mengendalikan perdagangan di kepulauan
Nusantara. Pada saat inilah pedagang muslim dan penyebar agama Islam mulai
memasuki kawasan ini.
E. SUMBER-SUMBER SEJARAH
Sumber sejarah
mengenai berdiri dan berkembangnya kerajaan Majapahit berasal dari berbagai
sumber yakni :
1.
Prasasti Butok (1244 tahun). Prasasti ini
dikeluarkan oleh Raden Wijaya setelah ia berhasil naik tahta kerajaan. Prasasti
ini memuat peristiwa keruntuhan kerajaan Singasari dan perjuangan Raden Wijaya
untuk mendirikan kerajaan
2.
Kidung Harsawijaya dan Kidung Panji Wijayakrama,
kedua kidung ini menceritakan Raden Wijaya ketika menghadapi musuh dari kediri
dan tahuntahun awal perkembangan Majapahit
3.
Kitab Pararaton, menceritakan tentang
emerintahan raja-raja Singasari dan Majapahit
4.
Kitab Negarakertagama, menceritakan tentang
perjalanan Rajam Hayam Wuruk ke Jawa Timur.
F. KERUNTUHAN KERAJAAN MAJAPAHIT
Sesudah mencapai
puncaknya pada abad ke-14, kekuasaan Majapahit berangsur-angsur melemah.
Setelah wafatnya Hayam Wuruk pada tahun 1389, Majapahit memasuki masa
kemunduran akibat konflik perebutan takhta. Pewaris Hayam Wuruk adalah putri
mahkota Kusumawardhani, yang menikahi sepupunya sendiri, pangeran
Wikramawardhana. Hayam Wuruk juga memiliki seorang putra dari selirnya
Wirabhumi yang juga menuntut haknya atas takhta. Perang saudara yang disebut
Perang Paregreg diperkirakan terjadi pada tahun 1405-1406, antara Wirabhumi
melawan Wikramawardhana. Perang ini akhirnya dimenangi Wikramawardhana,
semetara Wirabhumi ditangkap dan kemudian dipancung. Tampaknya perang saudara
ini melemahkan kendali Majapahit atas daerah-daerah taklukannya di seberang.
Pada kurun pemerintahan Wikramawardhana, serangkaian ekspedisi laut Dinasti
Ming yang dipimpin oleh laksamana Chaeng Ho, seorang jenderal muslim China,
tiba di Jawa beberapa kali antara kurun waktu 1405 sampai 1433. Sejak tahun
1430 ekspedisi Cheng Ho ini telah menciptakan komunitas muslim China dan Arab
di beberapa kota pelabuhan pantai utara Jawa, seperti di Semarang, Demak, Tubah
dan Ampel; maka Islam pun mulai memiliki pijakan di pantai utara
Jawa Wikramawardhana memerintah hingga tahun 1426, dan diteruskan oleh
putrinya, Ratu Suhita, yang memerintah pada tahun 1426 sampai 1447. Ia adalah
putri kedua Wikramawardhana dari seorang selir yang juga putri kedua Wirabhumi.
Pada 1447, Suhita mangkat dan pemerintahan dilanjutkan oleh Kertawijaya, adik
laki-lakinya. Ia memerintah hingga tahun 1451. Setelah Kertawijaya wafat, Bhere
Pamotan menjadi raja dengan gelar Rajasawardhana dan memerintah di Kahuripan.
Ia wafat pada tahun 1453 AD.
Terjadi jeda
waktu tiga tahun tanpa raja akibat krisis pewarisan takhta. Girisawardhana,
putra Kertawijaya, naik takhta pada 1456. Ia kemudian wafat pada 1466 dan
digantikan oleh Singhawikramawardhana. Pada 1468 pangeran Kertabhumi
memberontak terhadap Singhawikramawardhana dan mengangkat dirinya sebagai raja
Majapahit. Ketika Majapahit didirikan, pedagang Muslim dan para penyebar agama
sudah mulai memasuki Nusantara. Pada akhir abad ke-14 dan awal abad ke-15,
pengaruh Majapahit di seluruh Nusantara mulai berkurang. Pada saat bersamaan,
sebuah kerajaan perdagangan baru yang berdasarkan Islam, yaitu Kesultanan
Malaka, mulai muncul di bagian barat Nusantara. Di bagian barat kemaharajaan
yang mulai runtuh ini, Majapahit tak kuasa lagi membendung kebangkitan
Kesultanan Malaka yang pada pertengahan abad ke-15 mulai menguasai Selat Malaka
dan melebarkan kekuasaannya ke Sumatera. Sementara itu beberapa jajahan dan
daerah taklukan Majapahit di daerah lainnya di Nusantara, satu per satu mulai
melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit. Sebuah tampilan model kapal Majapahit
di Museum Negara Malaysia, Kuala Lumpur Malaysia Singhawikramawardhana
memindahkan ibu kota kerajaan lebih jauh ke pedalaman di Daha (bekas ibu kota
Kerajaan Kediri) dan terus memerintah di sana hingga digantikan oleh putranya
Ranawijaya pada tahun 1474. Pada 1478 Ranawijaya mengalahkan Kertabhumi dan
mempersatukan kembali Majapahit menjadi satu kerajaan.
Ranawijaya
memerintah pada kurun waktu 1474 hingga 1519 dengan gelar Girindrawardhana.
Meskipun demikian kekuatan Majapahit telah melemah akibat konflik dinasti ini
dan mulai bangkitnya kekuatan kerajaan-kerajaan Islam di pantai utara Jawa.
Waktu berakhirnya Kemaharajaan Majapahit berkisar pada kurun waktu tahun 1478
(tahun 1400 saka, berakhirnya abad dianggap sebagai waktu lazim pergantian
dinasti dan berakhirnya suatu pemerintahan) hingga tahun 1527. Dalam tradisi
Jawa ada sebuah Kronogram atau candasengkala yang berbunyi sirna ilang
kretaning bumi. Sengkala ini konon adalah tahun berakhirnya Majapahit dan harus
dibaca sebagai 0041, yaitu tahun 1400 Saka, atau 1478 Masehi. Arti sengkala ini
adalah “sirna hilanglah kemakmuran bumi”. Namun demikian yang sebenarnya
digambarkan oleh candrasengkala tersebut adalah gugurnya Bhre Kertabumi, raja
ke-11 Majapahit, oleh Girindrawardhana. prasasti Jiyu dan Petak, Ranawijaya
mengaku bahwa ia telah mengalahkan Kertabhumi dan memindahkan ibu kota ke Daha
(Kediri). Peristiwa ini memicu perang antara Daha dengan Kesultanan Demak,
karena penguasa Demak adalah keturunan Kertabhumi.
Peperangan ini
dimenangi Demak pada tahun 1527. Sejumlah besar abdi istana, seniman, pendeta,
dan anggota keluarga kerajaan mengungsi ke pulau Bali. Pengungsian ini
kemungkinan besar untuk menghindari pembalasan dan hukuman dari Demak akibat
selama ini mereka mendukung Ranawijaya melawan Kertabhumi. Dengan jatuhnya Daha
yang dihancurkan oleh Demak pada tahun 1527, kekuatan kerajaan Islam pada awal
abad ke-16 akhirnya mengalahkan sisa kerajaan Majapahit. Demak dibawah
pemerintahan Raden (kemudian menjadi Sultan) Patah (Fatah), diakui sebagai
penerus kerajaan Majapahit. Menurut Babad Tanah Jawi dan tradisi Demak,
legitimasi Raden Patah karena ia adalah putra raja Majapahit Brawijaya V dengan
seorang putri China.
Catatan sejarah
dari Tiongkok, Portugis (Tome Pires), dan Italia (Pigafetta) mengindikasikan
bahwa telah terjadi perpindahan kekuasaan Majapahit dari tangan penguasa Hindu
ke tangan Adipati Unus, penguasa dari Kesultanan Demak, antara tahun 1518 dan
1521 M.
Demak memastikan
posisinya sebagai kekuatan regional dan menjadi kerajaan Islam pertama yang
berdiri di tanah Jawa. Saat itu setelah keruntuhan Majapahit, sisa kerajaan
Hindu yang masih bertahan di Jawa hanya tinggal kerajaan Blambangan di ujung
timur, serta Kerajaan Sunda yang beribukota di Pajajaran di bagian barat.
Perlahan-lahan Islam mulai menyebar seiring mundurnya masyarakat Hindu ke
pegunungan dan ke Bali. Beberapa kantung masyarakat Hindu Tengger hingga kini
masih bertahan di pegunungan Tengger, kawasan Bromo dan Semeru.
G. PENINGGALAN KERAJAAN MAJAPAHIT
Berikut
peninggalan-peninggalan dari Kerajaan Majapahit :
Prasasti adalah
bukti sumber tertulis yang sangat penting dari masa lalu yang isinya antara
lain mengenai kehidupan masyarakat misalnya tentang administrasi dan birokrasi
pemerintahan, kehidupan ekonomi, pelaksanaan hukum dan keadilan, sistem pembagian
bekerja, perdagangan, agama, kesenian, maupun adat istiadat (Noerhadi 1977:
22). Seperti juga isi prasasti pada umumnya, prasasti dari masa Majapahit lebih
banyak berisi tentang ketentuan suatu daerah menjadi daerah perdikan atau sima.
Meskipun demikian,
banak hal yang menarik untuk diungkapkan di sini, antara lain, yaitu:
1.
Prasasti Kudadu (1294 M)
Mengenai
pengalaman Raden Wijaya sebelum menjadi Raja Majapahit yang telah ditolong oleh
Rama Kudadu dari kejaran balatentara Yayakatwang setelah Raden Wijaya menjadi
raja dan bergelar Krtajaya Jayawardhana Anantawikramottunggadewa, penduduk desa
Kudadu dan Kepala desanya (Rama) diberi hadiah tanah sima.
2.
Prasasti Sukamerta (1296 M) dan Prasasti Balawi
(1305 M)
Mengenai Raden
Wijaya yang telah memperisteri keempat putri Kertanegara yaitu Sri Paduka
Parameswari Dyah Sri Tribhuwaneswari, Sri Paduka Mahadewi Dyah Dewi
Narendraduhita, Sri Paduka Jayendradewi Dyah Dewi Prajnaparamita, dan Sri
Paduka Rajapadni Dyah Dewi Gayatri, serta menyebutkan anaknya dari permaisuri
bernama Sri Jayanegara yang dijadikan raja muda di Daha.
3.
Prasasti Waringin Pitu (1447 M)
Mengungkapkan
bentuk pemerintahan dan sistem birokrasi Kerajaan Majapahit yang terdiri dari
14 kerajaan bawahan yang dipimpin oleh seseorang yang bergelar Bhre, yaitu Bhre
Daha, Bhre Kahuripan, Bhre Pajang, Bhre 8 Wengker, Bhre Wirabumi, Bhre Matahun,
Bhre Tumapel, Bhre Jagaraga, Bhre Tanjungpura, Bhre Kembang Jenar, Bhre
Kabalan, Bhre Singhapura, Bhre Keling, dan Bhre Kelinggapura.
4.
Prasasti Canggu (1358 M)
Mengenai
pengaturan tempat-tempat penyeberangan di Bengawan Solo. Prasasti Biluluk (1366
M), Biluluk II (1393 M), Biluluk III (1395 M). Menyebutkan tentang pengaturan
sumber air asin untuk keperluan pembuatan garam dan ketentuan pajaknya.
5.
Prasasti Karang Bogem (1387 M)
Menyebutkan
tentang pembukaan daerah perikanan di Karang Bogem. Prasasti Marahi Manuk (tt)
dan Prasasti Parung (tt) Mengenai sengketa tanah, persengketaan ini diputuskan
oleh pejabat kehakiman yang menguasai kitabkitab hukum adat setempat.
6.
Prasasti Katiden I (1392 M)
Menyebutkan
tentang pembebasan daerah bagi penduduk desa Katiden yang meliputi 11 wilayah
desa. Pembebasan pajak ini karena mereka mempunyai tugas berat, yaitu menjaga
dan memelihara hutan alang-alang di daerah Gunung Lejar.
7.
Prasasti Alasantan (939 M)
Menyebutkan
bahwa pada tanggal 6 September 939 M, Sri Maharaja Rakai Halu Dyah Sindok Sri
Isanawikrama memerintahkan agar tanah di Alasantan dijadikan sima milik Rakryan
Kabayan.
8.
Prasasti Kamban (941 M)
Meyebutkan bahwa
apada tanggal 19 Maret 941 M, Sri Maharaja Rake Hino Sri Isanawikrama Dyah
Matanggadewa meresmikan desa Kamban menjadi daerah perdikan.
9.
Prasasti Hara-hara (Trowulan VI) (966 M)
Menyebutkan
bahwa pada tanggal 12 Agustus 966 M, mpu Mano menyerahkan tanah yang menjadi
haknya secara turun temurun kepada Mpungku Susuk Pager dan Mpungku Nairanjana
untuk dipergunakan membiayai sebuah rumah doa (Kuti).
10. Prasasti
Wurare (1289 M)
Menyebutkan
bahwa pada tanggal 21 September 1289 Sri Jnamasiwabajra, raja yang berhasil
mempersatukan Janggala dan Panjalu, menahbiskan arca Mahaksobhya di Wurare.
Gelar raja itu ialah Krtanagara setelah ditahbiskan sebagai Jina (dhyani
Buddha).
11. Prasasti
Maribong (Trowulan II) (1264 M)
Menyebutkan
bahwa pada tanggal 28 Agustus 1264 M Wisnuwardhana memberi tanda pemberian hak
perdikan bagi desa Maribong.
12. Prasasti Canggu (Trowulan I)
Mengenai aturan
dan ketentuan kedudukan hukum desa-desa di tepi sungai Brantas dan Solo yang
menjadi tempat penyeberangan. Desa-desa itu diberi kedudukan perdikan dan bebas
dari kewajiban membayar pajak, tetapi diwajibkan memberi semacam sumbangan
untuk kepentingan upacara keagamaan dan diatur oleh Panji Margabhaya Ki Ajaran
Rata, penguasa tempat penyeberangan di Canggu, dan Panji Angrak saji Ki Ajaran
Ragi, penguasa tempat penyeberangan di Terung.
13. Candi
Wringin Lawang
Berupa bangunan
gapura agung dari bahan bata merah dengan luas dasar 13 x 11 meter dan tinggi
15,5 meter dengan arsitektur candi bentar atau “candi terbelah” yang sampai
sekarang sering diaplikasikan dalam gaya arsitektur Bali. Fungsi utama bangunan
ini diduga adalah sebagai pintu gerbang menuju kawasan utama di ibukota
kerajaan Majapahit. Lokasinya sangat mudah dijangkau karena terlihat dari jalan
utama Surabaya-Solo, tepatnya di daerah Brangkal, sebelum memasuki wilayah
Trowulan.
14. Candi
Brahu, Berlokasi di kawasan Bejijong
Trowulan yang
sekarang merupakan sentra pengrajin Kuningan dan Patung Batu. Candi Brahu
adalah bangunan suci peribadatan yang dipergunakan untuk memuliakan anggota
keluarga kerajaan yang telah wafat. Konon 4 raja pertama kerajaan Majapahit
yang wafat diperabukan/dikremasi di kompleks bangunan candi Brahu.
15. Candi
Gentong
Candi ini masih
dalam tahap restorasi, sehingga wujudnya masih berupa reruntuhan bangunan yang
belum bisa dinikmati dengan nyaman. Lokasinya sendiri berdekatan dengan candi
Brahu.
16. Candi
Tikus
Candi Tikus adalah
kolam pemandian ritual (petirtaan) yang berbentuk bangunan kolam bujur sangkar
berukuran 22,5 meter x 22,5 meter dengan arsitektur teras-teras persegi yang
dimahkotai menara-menara yang ditata dalam susunan konsentris yang menjadi
titik tertinggi bangunan ini. Pada sisi utara terdapat sebuah tangga menuju
dasar bangunan kolam.
17. Candi
Bajang Ratu
Lokasi Candi
Bajang Ratu berdekatan dengan Candi Tikus, berupa bangunan ramping nan anggun
dengan arsitektur gapura paduraksa setinggi 16,5 meter. Pada bagian atap
terdapat aksesoris bangunan yang menampilkan ukiran
18. Candi
Kedaton
Candi Kedaton
masih dalam tahap restorasi hingga kini, karena wujudnya masih berupa misteri
yang sulit dipecahkan. Pada komplek candi ini terdapat beberapa bangunan berupa
candi, sumur upas, lorong rahasia, mulut gua, dan makam Islam.
19. Candi
Minak Jinggo
Bangunan yang
terletak didekat “kolam segaran” ini hanya tersisa reruntuhnya saja, memiliki
bentuk unik berupa kombinasi bahan andesit dibagian luar dan baru di bagian
dalam.
20. Candi
Grinting
Candi yang
berlokasi di dusun Grinting, desa karang jeruk kecamatan Jatirejo ini belum
banyak diketahui umum. Informasi yang diperoleh tentang wujud bangunan candi
juga belum banyak, selain sisa pondasi bangunan yang ditemukan oleh pembuat
batu bata.
21. Kolam
Segaran
Kolam Segaran adalah
bangunan monumental berupa kolam besar dari batu bata, berbentuk persegi
panjang dengan ukuran 800 x 500 meter persegi. Kedalaman Kolam Segaran sekitar
3 meter dengan tebal dinding 1,6 meter. Nama Segaran berasal dari bahasa Jawa
'segara' yang berarti 'laut', mungkin masyarakat setempat mengibaratkan kolam
besar ini sebagai miniatur laut.
22. Situs
Lantai Segi Enam
Situs berupa
sisa-sisa bangunan rumah ini memiliki keunikan tersendiri lantaran ditemukannya
hamparan lantai kuno berupa paving blok berbentuk segi enam dari bahan tanah
liat bakar yang dibuat halus, berukuran 34 x 29 x 6.5 cm.
23. Alun-Alun
Watu Umpak
Situs ini
terletak hanya sekitar 100 meter dari situs candi Kedaton, berupa kumpulan
batu-batu umpak besar yang tersusun rapi.
BAB III
KESIMPULAN
A.
Kesimpulan
Adapun
kesimpulan dari makalah ini adalah pada masanya Majapahit mencapai
puncak kejayaannya dengan bantuan mahapatihnya, Gajah Mada. Di bawah perintah
Gajah Mada (1313-1364), Majapahit menguasai lebih banyak wilayah. Menurut
Kakawin Nagarakretagama pupuh XIII-XV, daerah kekuasaan Majapahit meliputi
Sumatra, Semenajung Malaya, Kalimantan Sulawesi, Kepulauan Nusa Tenggara,
Maluku, Papua, Tumasik (Singapura) sebagian kepulauan Filipina. Sumber ini
menunjukkan batas terluas sekaligus puncak kejayaan Kemaharajaan Majapahit.
B. Saran
Makalah ini
tentulah masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu saya sangat membutuhkan
kontribusi kritik dan saran dari pembaca agar dijadikan sebagai intropeksi bagi
makalah ini untuk menjadi lebih baik lagi. Terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah terlibat untuk mendukung dan membantu agar makalah ini dapat
terselesaikan.
DAFTAR PUSTAKA
0 komentar:
Posting Komentar